-->

Asal Muasal Tahun Baru Imlek dan kenapa pada saat imlek selalu hujan inilah jawaban nya !

Asal Muasal Tahun Baru Imlek dan kenapa pada saat imlek selalu hujan inilah jawaban nya ! - Seperti yang kita ketahui setiap agama, setiap negara pasti mempunyai sejarah serta keunikan nya masing-masing, dan di setiap agama juga sudah kita ketahui dan pastinya mempunyai hari raya untuk memperingati hal yang teramat penting,

Masyarakat tionghoa dalam Hari raya imlek atau sering disebut dengan tahun baru imlek, dari tahun ketahun memiliki nama dan setiap tahun nya berganti atau berbeda-beda, dan nama tersebut diambil dari berbagai hewan,

Selamat tahun baru cina
Perayaan Imlek merupakan tradisi masyarakat Tionghoa yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Perayaan Tahun baru Imlek juga merupakan tradisi perayaan dengan sejarah terlama, termeriah dan teramai hingga kini. Bahkan, ada cerita menarik tentang Mengusir Nian. Nah, simak tulisannya.

Pada zaman dulu perayaan Imlek merupakan perayaan tahun baru(berdasarkan yang yang li/kalender matahari). Pada tanggal 27 September 1949, Pemerintah RRC menetapkan tanggal 1 Januari sebagai perayaan tahun baru dan perayaan Imlek ditetapkan sebagai perayaan musim semi. Di Cina itu ada banyak desa. Setiap tahun selama musim semi, orang-orang desa sibuk menanam padi.

Pada musim gugur, mereka memanen padi, Hasil panen itu disimpan dalam lumbung sebagai persiapan menghadapi musim dingin. Setiap kali musim dingin tiba, penduduk desa merasa sangat cemas. Mereka takut makhluk aneh akan datang ke desa mereka.

Makhluk ini sangat mengerikan. Di kepalanya ada lima tanduk tajam. Sepasang matanya menyorot tajam. Gigi dan kukunya juga tajam. Dan tinggal di dasar lautan yang sangat dalam dan dingin.

Makhluk ini sangat kuat. Kalau dia berjalan, bukit-bukit dan rumah-rumah roboh diinjaknya. Lebih gawat lagi, dia suka menangkap dan memakan manusia ! Orang-orang desa memperhatikan bahwa makhluk itu hanya muncul setahun sekali. Dia datang pada malam tahun baru dan menghilang tepat pada tengah malam. Orang-orang desa menyebut makhluk itu Nian, yang artinya tahun.

Tetapi monster ini mempunyai satu kebiasaan yang sangat ditakuti oleh seluruh penduduk desa yakni: setiap 365 hari sekali dia akan keluar dari dasar lautan naik kedaratan untuk mencari mangsa. Monster “nian” akan menerkam dan menelan segala mahkluk hidup yang dia temukan. Waktu dimana monster “nian” keluar dari dasar lautan adalah di malam tahun baru Imlek (chu xi).

Maka setiap malam Imlek seluruh penduduk desa akan mengungsi dan bersembunyi di dalam hutan diatas puncak bukit untuk menghindari serangan dari monster “nian”.
Pada malam tahun baru, semua orang desa mengunci diri di rumah. Mereka berdoa semoga mereka selamat dari serangan Nian. Ketika Tahun Baru tiba, barulah mereka berani keluar rumah. Mereka yang lolos dari maut merasa sangat bersyukur dan saling mengucapkan "Gong Xi! Gong Xi! Selamat! Selamat!"

Orang-orang desa mengadakan perayaan selama lima belas hari. Setelah itu mereka bekerja dan menanam padi lagi. Sepanjang tahun mereka sibuk, tapi ketika Tahun Baru hampir tiba, mereka kembali dicekam tetakutan. Setelah bertahun-tahun menjadi sasaran Nian, orang-orang desa tak tahan lagi. Mereka berkumpul untuk mencari jalan ke luar.

Cerita Mengusir Nian

Wujud Raksaksa Nian
Rupa Nian
Mereka ingin mengusir Nian selama-lamanya dari desa mereka. Bagaimana caranya? Ada yang mengusulkan agar Nian dibunuh saja. Tapi usul itu ditolak oleh orang-orang yang menganggap Nian sebagai utusan Tuhan. Mereka takut Tuhan marah jika makhluk itu dibunuh. Orang-orang desa itu jadi kebingungan. Mereka tak dapat mnecapai kata sepakat. Beruntung ada Guru Zhao, cendekiawan di desa itu. Guru zhao dengan tegas mengatakan bahwa Nian adalah makhluk jahat, bukan utusan Tuhan.
Rupa nian yang sekarang menjadi barongsai

“Tuhan memberkati dan melindungi kita. Dia tidak mungkin mengirim makhluk seperti Nian untuk membunuh kita,” guru Zhao menjelaskan.

“Kurasa Nian takut pada benda apa pun yang berwarna merah,” tambah pria lain. “Dua tahun lalu aku memasang lampion dan kain merah di atas pintu rumahku. Nian tidak menyerang rumahku. Tapi dia menghancurkan rumah-rumah tetanggaku yang tidak dilindungi lampion dan kain merah.”

Hal ini terus berlangsung sampai akhirnya ada seorang pengemis yang datang mengunjungi kampung tersebut. Pakaiannya yang lusuh dan kotor membuat orang enggan mengacuhkannya. Namun ada seorang pasangan suami istri tua yang bersedia menerimanya dan memberinya makan. Malam Imlek pun tiba, semua penduduk kampung sibuk untuk bersembunyi dari monster “nian”.

Pasangan suami isteri tua itu pun menasehati sang pengemis untuk segera meninggalkan kampung dan bersembunyi ke puncak gunung. Tetapi sang pengemis menolak sambil berkata :”Bolehkan nenek mengizinkan saya tinggal di rumah nenek malam ini? Saya berjanji akan mengusir monster yang mengerikan itu”.

Akhirnya nenek pun menyetujui permintaan sang pengemis. Malam Imlek pun tiba, “Nian” sudah bersiap untuk naik ke daratan dan mencari mangsa untuk disantap. Tetapi pada saat dia memasuki sebuah rumah dia merasa sangat terkejut karena sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Rumah tersebut diterangi oleh cahaya lilin dari lampion. Saat monster “Nian” melangkah masuk ke halaman rumah alangkah terkejut dan ketakutannya dia mendengar suara petasan yang begitu besar.

Belum lagi habis rasa terkejutnya, dari dalam rumah muncul seorang pria dengan pakaian berwarna merah. “Nian” merasa sangat ketakutan dan segera berlari meninggalkan kampung tersebut.

Keesokan harinya para pengungsi pun kembali , merasa sangat terkejut dan bingung karena kondisi rumah mereka tetap rapi sama seperti saat ditinggalkan, tidak diporak-poranda oleh monster “Nian”. 

Saat itu barulah pasangan suami istri tua itu mengerti tentang janji sang pengemis yang akan mengusir monster “Nian” dari kampung mereka.
Seorang pemuda berkata, “Aku dan teman-temanku menari Barongsai pada Malam Tahun Baru. Ketika melihat Nian, kami memukul gong dan tambur dengan lebih keras. Nian ketakutan dan lari ke hutan.”

“Sekarang kita tahu apa saja yang ditakuti Nian,” kata Guru Zhao. “Nian takut pada benda-benda berwarna merah, petasan, dan bunyi gong serta tambur. Jadi mulai sekarang, menjelang tahun baru setiap rumah harus memasang lampion dan kain merah. Juga menyediakan petasan. Sementara para pemuda bersiap-siap mengusir Nian dengan tarian Barongsai.”

Orang-orang desa itu pulang dan bersiap-siap. Para ibu membuat ikat pinggang merah untuk seluruh anggota keluarga mereka. Para ayah memasang lampion dan kain merah di atas pintu rumah mereka. Para pemuda membentuk kelompok-kelompok Barongsai dan berlatih memukul gong serta tambur.

Malam tahun baru tiba. Semua orang sangat bersemangat. Mereka memakai ikat kepala atau ikat pinggang merah. Bapak-bapak membawa senjata seperti pedang, tombak, busur, dan anak panah. Anak-anak membawa petasan. Mereka semua sudah siap untuk mengusir Nian. Sekarang orang-orang desa itu tak takut lagi pada Nian. Mereka bertekad untuk melawannya. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu tiba ! Nian datang ! Orang-orang desa segera menyalakan petasan. Semuanya meledak dengan bunyi yang memekakkan telinga. Gong dan tambur dipukul keras-keras. 

Pedang dihunus dan tombak siap ditikamkan. Nian sama sekali tak menduga dirinya akan diserang secara mendadak begitu. Dia mengerang kesakitan ketika pedang dan tombak bertubi-tubi menghunjam tubuhnya. Lebih-lebih, ketika hujan anak panah menerpanya. Dengan ketakutan dia berlari pulang ke tempat asalnya. Orang-orang desa sangat gembira.

Sejak itu, setiap tahun baru orang-orang Cina menghiasi rumah mereka dengan lampion dan kain merah. Mereka juga merayakan Tahun Baru dengan tarian Barongsai dan petasan.
Ternyata monster “Nian” sangat takut dengan cahaya terang dari lampion dan lilin. Dia juga takut pada suara keras dari petasan yang dibakar dan warna merah. 

Dengan sangat cepat kabar ini pun tersiar ke seluruh kampung sekitarnya. Maka sejak saat itu, para penduduk kampung selalu menggantungkan lampion, menghiasi rumah mereka dengan ornament ornamen yang berwarna merah pada malam Tahun Baru Imlek

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五冥 元宵 di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī 除夕 yang berarti "malam pergantian tahun".
Tahun Baru Imlek 2016 Gong Xi fat Cai

Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Meskipun penanggalan Imlek secara tradisional tidak menggunakan nomor tahun malar, penanggalan Tionghoa di luar Tiongkok seringkali dinomori dari pemerintahan Huangdi. Setidaknya sekarang ada tiga tahun berangka 1 yang digunakan oleh berbagai ahli, sehingga pada tahun 2009 masehi "Tahun Tionghoa" dapat jadi tahun 4707, 4706, atau 4646.

Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum 1873). 

Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Makau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi suku Han yang signifikan, Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan pada berbagai derajat, telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari negara-negara tersebut.

Tanggal perayaan

Kalender suryacandra Tionghoa menentukan tanggal Tahun Baru Imlek. Kalender tersebut juga digunakan di negara-negara yang telah mengangkat atau telah dipengaruhi oleh budaya Han (terutama di Korea, Jepang, dan Vietnam) dan mungkin memiliki asal yang serupa dengan perayaan Tahun Baru di luar Asia Timur (seperti Iran, dan pada zaman dahulu kala, daratan Bulgar).

Dalam kalender Gregorian, Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal yang berbeda setiap tahunnya, antara tanggal 21 Januari sampai20 Februari. Dalam kalender Tionghoa, titik balik mentari musim dingin harus terjadi di bulan 11, yang berarti Tahun Baru Imlek biasanya jatuh pada bulan baru kedua setelah titik balik mentari musim dingin (dan kadang yang ketiga jika pada tahun itu ada bulan kabisat). Di budaya tradisional di Tiongkok, lichun adalah waktu solar yang menandai dimulainya musim semi, yang terjadi sekitar 4 Februari.

Hewan
Cabang bumi
Tanggal
Tikus
 zǐ
19 Februari 1996
7 Februari 2008
Sapi
 chǒu
7 Februari 1997
26 Januari 2009
Macan
 yín
28 Januari 1998
14 Februari 2010
Kelinci
 mǎo
16 Februari 1999
3 Februari 2011
Naga
 chén
5 Februari 2000
23 Januari 2012
Ular
 sì
24 Januari 2001
10 Februari 2013
Kuda
 wǔ
12 Februari 2002
31 Januari 2014
Kambing
 wèi
1 Februari 2003
19 Februari 2015
Monyet
 shēn
22 Januari 2004
8 Februari 2016
Ayam
 yǒu
9 Februari 2005
28 Januari 2017
Anjing
 xū
29 Januari 2006
16 Februari 2018
Babi
 hài
18 Februari 2007
5 Februari 2019

Tanggal untuk Tahun Baru Imlek dari 1996 sampai 2019 (dalam penanggalan Gregorian) dapat dilihat di tabel di atas, bersamaan dengan shio hewan untuk tahun itu dan cabang duniawinya. Bersamaan dengan daur 12-tahun masing-masing dengan shio hewan ada daur 10-tahun batang surgawi. Setiap surgawi dikaitkan dengan salah satu dari lima elemen perbintangan Tionghoa, yaitu: Kayu, Api, Bumi, Logam, dan Air. Unsur-unsur tersebut diputar setiap dua tahun sekali sementara perkaitan yin dan yang silih berganti setiap tahun. Unsur-unsur tersebut dengan itu dibedakan menjadi: Kayu Yang, Kayu Yin, Api Yang, Api Yin, dan seterusnya. Hal ini menghasilkan sebuah daur gabungan yang berulang setiap 60 tahun. Sebagai contoh, tahun dari Tikus Api Yang terjadi pada 1936 dan pada tahun 1996.

Banyak orang mengacaukan tahun kelahiran Tionghoa dengan tahun kelahiran Gregorian mereka. Karena Tahun Baru Imlek dapat dimulai pada akhir Januari sampai pertengahan Februari, tahun Tionghoa dari 1 Januari sampai hari imlek pada tahun baru Gregorian tetap tidak berubah dari tahun sebelumnya. Sebagai contoh, tahun ular 1989 mulai pada 6 Februari 1989. Tahun 1990 dianggap oleh beberapa orang sebagai tahun kuda. Namun, tahun ular 1989 secara resmi berakhir pada 26 Januari 1990. Ini berarti bahwa barang siapa yang lahir dari 1 Januari ke 25 Januari 1990 sebenarnya lahir pada tahun ular alih-alih tahun kuda.

Sejarah

Sebelum Dinasti Qin, tanggal perayaan permulaan sesuatu tahun masih belum jelas. Ada kemungkinan bahwa awal tahun bermula pada bulan 1 semasa Dinasti Xia, bulan 12 semasa Dinasti Shang, dan bulan 11 semasa Dinasti Zhou di China. Bulan kabisat yang dipakai untuk memastikan kalendar Tionghoa sejalan dengan edaran mengelilingi matahari, selalu ditambah setelah bulan 12 sejak Dinasti Shang (menurut catatan tulang ramalan) dan Zhou (menurut Sima Qian). 

Kaisar pertama China Qin Shi Huang menukar dan menetapkan bahwa tahun tionghoa berawal di bulan 10 pada 221 SM. Pada 104 SM, Kaisar Wu yang memerintah sewaktu Dinasti Han menetapkan bulan 1 sebagai awal tahun sampai sekarang. Tujuannya agar perayaan tahun baru bisa sesuai dengan masyarakat Tiongkok yang pada umumnya adalah masyarakat agraris. Pada masa dinasti Zhou, perayaan tahun baru dilaksanakan pada saat winter solistice atau dongzhi.[butuh rujukan]
Pada masa dinasti Qing, Kang Youwei ( 1858-1927 ) , seorang reformis Ruism menyarankan agar menggunakan Kongzi era yang dihitung dari tahun kelahiran Kongzi. Sedangkan Liu Shipei (1884-1919 ) menolak hal itu dan mengusulkan agar tahun kalender Tionghoa dihitung dari tahun kelahiran Huangdi.

Yang menjadi suatu masalah adalah kapan Huangdi dilahirkan untuk dijadikan patokan perhitungan Huangdi Era.
Liu Shipei memperkirakan tahun 2711 BCE adalah tahun kelahiran Huangdi, jadi tahun 2008 CE adalah tahun 4719 H.E. Song Jiaoren ( 1882-1913 ) memperkirakan tahun 2697 BCE adalah tahun kelahiran Huangdi, dan akhirnya banyak orang yang sepakat untuk menerima tahun 2697BCE sebagai awal Huangdi Era. Dari angka inilah sekarang tahun baru Imlek ini bisa disebut tahun baru Imlek 4708 H.E.

 Selain masyarakat luas, umat Taoisme juga menyebutkan bahwa Huangdi Era adalah tahun yang diguanakan oleh umat Taoisme dan mereka menyebutnya Daoli atau kalender Tao.
Sebagian besar masyarakat Tionghoa di luar negri dan umat Taoisme lebih suka menggunakan Huangdi Era karena Huangdi atau kaisar kuning ini dalam sejarah Tiongkok dianggap sebagai bapak bangsa etnis Han atau orang Tionghoa secara umumnya. Dan para Taois menggunakan Huangdi Era, 

karena dalam kepercayaan Taoisme kaisar Kuning ini adalah pembuka ajaran agama Tao. Alasan inilah yang membuat timbulnya Huangdi Era dan Dao Era, dimana Huangdi Era dan Dao Era sama saja hanya penyebutan Dao Era atau Daoli digunakan oleh para Taois.

Mitos

Menurut legenda, dahulu kala, Nián () adalah seekor raksasa pemakan manusia dari pegunungan (atau dalam ragam hikayat lain, dari bawah laut), yang muncul di akhir musim dingin untuk memakan hasil panen, ternak dan bahkan penduduk desa. Untuk melindungi diri merka, para penduduk menaruh makanan di depan pintu mereka pada awal tahun. DIpercaya bahwa melakukan hal itu Nian akan memakan makanan yang telah mereka siapkan dan tidak akan menyerang orang atau mencuri ternak dan hasil Panen. Pada suatu waktu, penduduk melihat bahwa Nian lari ketakutan setelah bertemu dengan seorang anak kecil yang mengenakan pakaian berwarna merah. Penduduk kemudian percaya bahwa Nian takut akan warna merah, sehingga setiap kali tahun baru akan datang, para penduduk akan menggantungkan lentera dan gulungan kertas merah di jendela dan pintu. Mereka juga menggunakan kembang api untuk menakuti Nian. Adat-adat pengurisan Nian ini kemudian berkembang menjadi perayaan Tahun Baru. Guò nián (Hanzi tradisional: 過年; bahasa Tionghoa: ), yang berarti "menyambut tahun baru", secara harafiah berarti "mengusir Nian".[2][3]
Dalam buku Jingchu sui shi ji 荊楚歲時記,  catatan kebisaan tahun baru Jingchu yang dibuat di jaman dinasti selatan ( 420-589 BE ) dan ditulis oleh Zong Lin ( 501-565 BE ). Buku itu yang menulis mitos tentang nian .
Sejak saat itu, Nian tidak pernah datang kembali ke desa. Nian pada akhirnya ditangkap oleh 鸿钧老祖 atau 鸿钧天尊Hongjun Laozu, dewa Taoisme dalam kisah Fengsheng Yanyi. Dan Nian kemudian menjadi kendaraan Honjun Laozu.

Salam Yang sering diucapkan
Sekitar masa tahun baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat:
·         Aksara Tionghoa Sederhana: 恭喜发财Aksara Tionghoa Tradisional: 恭喜發財 = "selamat dan semoga banyak rejeki", dibaca:
·         "Gōngxǐ fācái" (bahasa Mandarin)
·         "Kung hei fat choi" (bahasa Kantonis)
·         "Kiong hi huat cai" (bahasa Hokkien)
·         "Kiong hi fat choi" (bahasa Hakka)
·         "Xīnnián kuàilè" (新年快樂) = "Selamat Tahun Baru"

Tahun Baru Imlek di Indonesia

Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. 

Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.

Pada tahun 1946, ketika Republik Indonesia baru berdiri, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama No.2/OEM-1946 yang pada pasal 4 nya ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa yaitu Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu ( tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek). Dengan demikian secara tegas dapat dinyatakan bahwa Hari Raya Tahun Baru Imlek Kongzili merupakan hari raya Agama Tionghoa.

Orang Tionghoa yang pertama kali mengusulkan larangan total untuk merayakan Imlek, adat istiadat, dan budaya Tionghoa di Indonesia kepada Presiden Soeharto sekitar tahun 1966-1967 adalah Kristoforus Sindhunata alias Ong Tjong Hay. Namun, Presiden Soeharto merasa usulan tersebut terlalu berlebihan, dan tetap mengijinkan perayaan Imlek, adat istiadat, dan budaya Tionghoa namun diselengarakan hanya di rumah keluarga Tionghoa dan di tempat yang tertutup, hal inilah yang mendasari diterbikannya Inpres No. 14/1967.

Pada 6 Desember 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Dalam instruksi tersebut ditetapkan bahwa seluruh Upacara Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Instruksi Presiden ini bertujuan mengeliminasi secara sistematis dan bertahap atas identitas diri orang-orang Tionghoa terhadap Kebudayaan Tionghoa termasuk Kepercayaan, Agama dan Adat Istiadatnya. Dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, seluruh Perayaan Tradisi dan Keagamaan Etnis Tionghoa termasuk Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh, Pehcun dan sebagainya dilarang dirayakan secara terbuka. Demikian juga tarian Barongsai dan Liong dilarang dipertunjukkan.

Tahun itu pula dikeluarkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 dan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978 yang isinya menganjurkan bahwa WNI keturunan yang masih menggunakan tiga nama untuk menggantinya dengan nama Indonesia sebagai upaya asimilasi. Hal ini didukung pula oleh Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB).

LPKB menganjurkan keturunan Tionghoa, antara lain, agar :
- Mau melupakan dan tidak menggunakan lagi nama Tionghoa.
- Menikah dengan orang Indonesia pribumi asli.
- Menanggalkan dan menghilangkan agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa, termasuk 

bahasa maupun semua kebiasaan dan kebudayaan Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari, termasuk larangan untuk perayaan tahun baru imlek.

Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC). BKMC berada di bawah BAKIN yang menerbitkan tak kurang dari 3 jilid buku masing-masing setebal 500 halaman, yaitu "Pedoman Penyelesaian Masalah Cina" jilid 1 sampai 3. Dalam hal ini, pemerintahan Soeharto dengan dengan tegas menganggap keturunan Cina dan kebiasaan serta kebudayaan Cina, termasuk agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa sebagai "masalah" yang merongrong negara dan harus diselesaikan secara tuntas.

Kemudian dengan diterbitkannya SE Mendagri No.477 / 74054 tahun 1978 tertanggal 18 Nopember 1978 tentang pembatasan kegiatan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, yang berisi antara lain, bahwa pemerintah menolak untuk mencatat perkawinan bagi yang Beragama Khonghucu dan penolakan pencantuman Khonghucu dalam kolom Agama di KTP, yang didukung dengan adanya kondisi sejak tahun 1965-an atas penutupan dan larangan beroperasinya sekolah-sekolah Tionghoa, hal ini menyebabkan terjadi eksodus dan migrasi identitas diri sebagian besar orang-orang Tionghoa ke dalam Agama Kristen sekte Protestan, dan sekte Katolik, Buddha bahkan ke Islam. Demikian juga seluruh perayaan ritual kepercayaaan, agama dan adat istiadat Tionghoa termasuk perayaan Tahun Baru baru Imlek menjadi surut dan pudar.

Surat dari Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Depag No H/BA.00/29/1/1993 menyatakan larangan merayakan Imlek di Vihara dan Cetya. Kemudian Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) mengeluarkan Surat Edaran No 07/DPP-WALUBI/KU/93, tertanggal 11 Januari 1993 yang menyatakan bahwa Imlek bukanlah merupakan hari raya agama Buddha, sehingga Vihara Mahayana tidak boleh merayakan tahun baru Imlek dengan menggotong Toapekong, dan acara Barongsai.
Pada tanggal 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres N0.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan Upacara-upacara Agama seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.

Pada Imlek 2551 Kongzili pada tahun 2000 Masehi, Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) mengambil inisiatif untuk merayakan Imlek secara terbuka sebagai puncak Ritual Agama Khonghucu secara Nasional dengan mengundang Presiden Abdurrahman Wahid untuk datang menghadirinya.
Pada tanggal 19 Januari 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.

Pada saat menghadiri perayaan Imlek 2553 Kongzili, yang diselenggarakan Matakin dibulan Februari 2002 Masehi, Presiden Megawati Soekarnoputri mengumumkan mulai 2003, Imlek menjadi Hari Libur Nasional. Pengumuman ini ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek tertanggal 9 April.

Praktik perayaan tahun baru Imlek di Indonesia

Tahun baru Imlek biasanya berlangsung sampai 15 hari. Pada hari raya Imlek, bagi etnis Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada leluhur, seperti, dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau lingwei (lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), bersembahyang leluhur pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan kuburan leluhur). Oleh sebab itu, pada Hari Raya Imlek anggota keluarga akan mengunjungi rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei (meja abu) leluhur untuk bersembahyang. Atau mengunjungi rumah abu tempat penitipan lingwei leluhur untuk bersembahyang.

Pada malam tanggal 8 menjelang tanggal 9 pada saat Cu Si (jam 23:00-01:00) Umat melakukan sembahyang lagi. Sembahyang ini disebut Sembahyang “King Thi Kong” (Sembahyang Tuhan Yang Maha Esa) dan dilakukan di depan pintu rumah menghadap langit lepas dengan menggunakan altar yang terbuat dari meja tinggi berikut sesaji, berupa Sam-Poo (teh, bunga, air jernih), Tee-Liau (teh dan manisan 3 macam), Mi Swa, Ngo Koo (lima macam buah), sepasang Tebu, dan tidak lupa beberapa peralatan seperti Hio-Lo (tempat dupa), Swan-Loo (tempat dupa ratus/bubuk), Bun-Loo (tempat menyempurnakan surat doa) dan Lilin Besar.

Pada hari Cap Go Meh, tanggal 15 Imlek saat bulan purnama, Umat melakukan sembahyang penutupan tahun baru pada saat antara Shien Si (jam 15:00-17:00) dan Cu Si (jam 23:00-01:00). Upacara sembahyang dengan menggunakan Thiam hio atau upacara besar ini disebut Sembahyang Gwan Siau (Yuanxiaojie). Sembahyang kepada Tuhan adalah wajib dilakukan, tidak saja pada hari-hari besar, namun setiap hari pagi dan malam, tanggal 1 dan 15 Imlek dan hari-hari lainnya.

Sekian dan demikian artikel tentang Asal Muasal Tahun Baru Imlek dan kenapa pada saat imlek selalu hujan inilah jawaban nya ! semoga dengan adanya artikel ini kita bisa menambah wawasan tentang dunia ini, Salam Mas Wahyu Blog Team.

0 Response to "Asal Muasal Tahun Baru Imlek dan kenapa pada saat imlek selalu hujan inilah jawaban nya !"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel