Asal Muasal Tahun Baru Imlek dan kenapa pada saat imlek selalu hujan inilah jawaban nya !
Sunday, February 7, 2016
Add Comment
Asal Muasal Tahun Baru Imlek dan kenapa pada saat imlek selalu hujan inilah jawaban nya ! - Seperti yang kita ketahui setiap agama, setiap negara pasti mempunyai sejarah serta keunikan nya masing-masing, dan di setiap agama juga sudah kita ketahui dan pastinya mempunyai hari raya untuk memperingati hal yang teramat penting,
Masyarakat tionghoa dalam Hari raya imlek atau sering disebut dengan tahun baru imlek, dari tahun ketahun memiliki nama dan setiap tahun nya berganti atau berbeda-beda, dan nama tersebut diambil dari berbagai hewan,
Makhluk ini sangat mengerikan. Di kepalanya ada lima tanduk tajam. Sepasang matanya menyorot tajam. Gigi dan kukunya juga tajam. Dan tinggal di dasar lautan yang sangat dalam dan dingin.
Makhluk ini sangat kuat. Kalau dia berjalan, bukit-bukit dan rumah-rumah roboh diinjaknya. Lebih gawat lagi, dia suka menangkap dan memakan manusia ! Orang-orang desa memperhatikan bahwa makhluk itu hanya muncul setahun sekali. Dia datang pada malam tahun baru dan menghilang tepat pada tengah malam. Orang-orang desa menyebut makhluk itu Nian, yang artinya tahun.
Tetapi monster ini mempunyai satu kebiasaan yang sangat ditakuti oleh seluruh penduduk desa yakni: setiap 365 hari sekali dia akan keluar dari dasar lautan naik kedaratan untuk mencari mangsa. Monster “nian” akan menerkam dan menelan segala mahkluk hidup yang dia temukan. Waktu dimana monster “nian” keluar dari dasar lautan adalah di malam tahun baru Imlek (chu xi).
Maka setiap malam Imlek seluruh penduduk desa akan mengungsi dan bersembunyi di dalam hutan diatas puncak bukit untuk menghindari serangan dari monster “nian”.
Pada malam tahun baru, semua orang desa mengunci diri di rumah. Mereka berdoa semoga mereka selamat dari serangan Nian. Ketika Tahun Baru tiba, barulah mereka berani keluar rumah. Mereka yang lolos dari maut merasa sangat bersyukur dan saling mengucapkan "Gong Xi! Gong Xi! Selamat! Selamat!"
Orang-orang desa mengadakan perayaan selama lima belas hari. Setelah itu mereka bekerja dan menanam padi lagi. Sepanjang tahun mereka sibuk, tapi ketika Tahun Baru hampir tiba, mereka kembali dicekam tetakutan. Setelah bertahun-tahun menjadi sasaran Nian, orang-orang desa tak tahan lagi. Mereka berkumpul untuk mencari jalan ke luar.
“Tuhan memberkati dan melindungi kita. Dia tidak mungkin mengirim makhluk seperti Nian untuk membunuh kita,” guru Zhao menjelaskan.
“Kurasa Nian takut pada benda apa pun yang berwarna merah,” tambah pria lain. “Dua tahun lalu aku memasang lampion dan kain merah di atas pintu rumahku. Nian tidak menyerang rumahku. Tapi dia menghancurkan rumah-rumah tetanggaku yang tidak dilindungi lampion dan kain merah.”
Hal ini terus berlangsung sampai akhirnya ada seorang pengemis yang datang mengunjungi kampung tersebut. Pakaiannya yang lusuh dan kotor membuat orang enggan mengacuhkannya. Namun ada seorang pasangan suami istri tua yang bersedia menerimanya dan memberinya makan. Malam Imlek pun tiba, semua penduduk kampung sibuk untuk bersembunyi dari monster “nian”.
Pasangan suami isteri tua itu pun menasehati sang pengemis untuk segera meninggalkan kampung dan bersembunyi ke puncak gunung. Tetapi sang pengemis menolak sambil berkata :”Bolehkan nenek mengizinkan saya tinggal di rumah nenek malam ini? Saya berjanji akan mengusir monster yang mengerikan itu”.
Akhirnya nenek pun menyetujui permintaan sang pengemis. Malam Imlek pun tiba, “Nian” sudah bersiap untuk naik ke daratan dan mencari mangsa untuk disantap. Tetapi pada saat dia memasuki sebuah rumah dia merasa sangat terkejut karena sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Rumah tersebut diterangi oleh cahaya lilin dari lampion. Saat monster “Nian” melangkah masuk ke halaman rumah alangkah terkejut dan ketakutannya dia mendengar suara petasan yang begitu besar.
Belum lagi habis rasa terkejutnya, dari dalam rumah muncul seorang pria dengan pakaian berwarna merah. “Nian” merasa sangat ketakutan dan segera berlari meninggalkan kampung tersebut.
Keesokan harinya para pengungsi pun kembali , merasa sangat terkejut dan bingung karena kondisi rumah mereka tetap rapi sama seperti saat ditinggalkan, tidak diporak-poranda oleh monster “Nian”.
Saat itu barulah pasangan suami istri tua itu mengerti tentang janji sang pengemis yang akan mengusir monster “Nian” dari kampung mereka.
Seorang pemuda berkata, “Aku dan teman-temanku menari Barongsai pada Malam Tahun Baru. Ketika melihat Nian, kami memukul gong dan tambur dengan lebih keras. Nian ketakutan dan lari ke hutan.”
“Sekarang kita tahu apa saja yang ditakuti Nian,” kata Guru Zhao. “Nian takut pada benda-benda berwarna merah, petasan, dan bunyi gong serta tambur. Jadi mulai sekarang, menjelang tahun baru setiap rumah harus memasang lampion dan kain merah. Juga menyediakan petasan. Sementara para pemuda bersiap-siap mengusir Nian dengan tarian Barongsai.”
Orang-orang desa itu pulang dan bersiap-siap. Para ibu membuat ikat pinggang merah untuk seluruh anggota keluarga mereka. Para ayah memasang lampion dan kain merah di atas pintu rumah mereka. Para pemuda membentuk kelompok-kelompok Barongsai dan berlatih memukul gong serta tambur.
Malam tahun baru tiba. Semua orang sangat bersemangat. Mereka memakai ikat kepala atau ikat pinggang merah. Bapak-bapak membawa senjata seperti pedang, tombak, busur, dan anak panah. Anak-anak membawa petasan. Mereka semua sudah siap untuk mengusir Nian. Sekarang orang-orang desa itu tak takut lagi pada Nian. Mereka bertekad untuk melawannya. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu tiba ! Nian datang ! Orang-orang desa segera menyalakan petasan. Semuanya meledak dengan bunyi yang memekakkan telinga. Gong dan tambur dipukul keras-keras.
Pedang dihunus dan tombak siap ditikamkan. Nian sama sekali tak menduga dirinya akan diserang secara mendadak begitu. Dia mengerang kesakitan ketika pedang dan tombak bertubi-tubi menghunjam tubuhnya. Lebih-lebih, ketika hujan anak panah menerpanya. Dengan ketakutan dia berlari pulang ke tempat asalnya. Orang-orang desa sangat gembira.
Sejak itu, setiap tahun baru orang-orang Cina menghiasi rumah mereka dengan lampion dan kain merah. Mereka juga merayakan Tahun Baru dengan tarian Barongsai dan petasan.
Ternyata monster “Nian” sangat takut dengan cahaya terang dari lampion dan lilin. Dia juga takut pada suara keras dari petasan yang dibakar dan warna merah.
Dengan sangat cepat kabar ini pun tersiar ke seluruh kampung sekitarnya. Maka sejak saat itu, para penduduk kampung selalu menggantungkan lampion, menghiasi rumah mereka dengan ornament ornamen yang berwarna merah pada malam Tahun Baru Imlek
Praktik perayaan
tahun baru Imlek di Indonesia
Masyarakat tionghoa dalam Hari raya imlek atau sering disebut dengan tahun baru imlek, dari tahun ketahun memiliki nama dan setiap tahun nya berganti atau berbeda-beda, dan nama tersebut diambil dari berbagai hewan,
Perayaan
Imlek merupakan tradisi masyarakat Tionghoa yang sudah ada sejak ribuan tahun
lalu. Perayaan Tahun baru Imlek juga merupakan tradisi perayaan dengan sejarah
terlama, termeriah dan teramai hingga kini. Bahkan, ada cerita menarik tentang
Mengusir Nian. Nah, simak tulisannya.
Pada
zaman dulu perayaan Imlek merupakan perayaan tahun baru(berdasarkan yang yang
li/kalender matahari). Pada tanggal 27 September 1949, Pemerintah RRC
menetapkan tanggal 1 Januari sebagai perayaan tahun baru dan perayaan Imlek
ditetapkan sebagai perayaan musim semi. Di Cina itu ada banyak desa. Setiap
tahun selama musim semi, orang-orang desa sibuk menanam padi.
Pada
musim gugur, mereka memanen padi, Hasil panen itu disimpan dalam lumbung
sebagai persiapan menghadapi musim dingin. Setiap kali musim dingin tiba,
penduduk desa merasa sangat cemas. Mereka takut makhluk aneh akan datang ke
desa mereka.
Makhluk ini sangat mengerikan. Di kepalanya ada lima tanduk tajam. Sepasang matanya menyorot tajam. Gigi dan kukunya juga tajam. Dan tinggal di dasar lautan yang sangat dalam dan dingin.
Makhluk ini sangat kuat. Kalau dia berjalan, bukit-bukit dan rumah-rumah roboh diinjaknya. Lebih gawat lagi, dia suka menangkap dan memakan manusia ! Orang-orang desa memperhatikan bahwa makhluk itu hanya muncul setahun sekali. Dia datang pada malam tahun baru dan menghilang tepat pada tengah malam. Orang-orang desa menyebut makhluk itu Nian, yang artinya tahun.
Tetapi monster ini mempunyai satu kebiasaan yang sangat ditakuti oleh seluruh penduduk desa yakni: setiap 365 hari sekali dia akan keluar dari dasar lautan naik kedaratan untuk mencari mangsa. Monster “nian” akan menerkam dan menelan segala mahkluk hidup yang dia temukan. Waktu dimana monster “nian” keluar dari dasar lautan adalah di malam tahun baru Imlek (chu xi).
Maka setiap malam Imlek seluruh penduduk desa akan mengungsi dan bersembunyi di dalam hutan diatas puncak bukit untuk menghindari serangan dari monster “nian”.
Pada malam tahun baru, semua orang desa mengunci diri di rumah. Mereka berdoa semoga mereka selamat dari serangan Nian. Ketika Tahun Baru tiba, barulah mereka berani keluar rumah. Mereka yang lolos dari maut merasa sangat bersyukur dan saling mengucapkan "Gong Xi! Gong Xi! Selamat! Selamat!"
Orang-orang desa mengadakan perayaan selama lima belas hari. Setelah itu mereka bekerja dan menanam padi lagi. Sepanjang tahun mereka sibuk, tapi ketika Tahun Baru hampir tiba, mereka kembali dicekam tetakutan. Setelah bertahun-tahun menjadi sasaran Nian, orang-orang desa tak tahan lagi. Mereka berkumpul untuk mencari jalan ke luar.
Cerita
Mengusir Nian
Rupa Nian |
Mereka ingin mengusir
Nian selama-lamanya dari desa mereka. Bagaimana caranya? Ada yang mengusulkan
agar Nian dibunuh saja. Tapi usul itu ditolak oleh orang-orang yang menganggap
Nian sebagai utusan Tuhan. Mereka takut Tuhan marah jika makhluk itu dibunuh.
Orang-orang desa itu jadi kebingungan. Mereka tak dapat mnecapai kata sepakat.
Beruntung ada Guru Zhao, cendekiawan di desa itu. Guru zhao dengan tegas
mengatakan bahwa Nian adalah makhluk jahat, bukan utusan Tuhan.
“Tuhan memberkati dan melindungi kita. Dia tidak mungkin mengirim makhluk seperti Nian untuk membunuh kita,” guru Zhao menjelaskan.
“Kurasa Nian takut pada benda apa pun yang berwarna merah,” tambah pria lain. “Dua tahun lalu aku memasang lampion dan kain merah di atas pintu rumahku. Nian tidak menyerang rumahku. Tapi dia menghancurkan rumah-rumah tetanggaku yang tidak dilindungi lampion dan kain merah.”
Hal ini terus berlangsung sampai akhirnya ada seorang pengemis yang datang mengunjungi kampung tersebut. Pakaiannya yang lusuh dan kotor membuat orang enggan mengacuhkannya. Namun ada seorang pasangan suami istri tua yang bersedia menerimanya dan memberinya makan. Malam Imlek pun tiba, semua penduduk kampung sibuk untuk bersembunyi dari monster “nian”.
Pasangan suami isteri tua itu pun menasehati sang pengemis untuk segera meninggalkan kampung dan bersembunyi ke puncak gunung. Tetapi sang pengemis menolak sambil berkata :”Bolehkan nenek mengizinkan saya tinggal di rumah nenek malam ini? Saya berjanji akan mengusir monster yang mengerikan itu”.
Akhirnya nenek pun menyetujui permintaan sang pengemis. Malam Imlek pun tiba, “Nian” sudah bersiap untuk naik ke daratan dan mencari mangsa untuk disantap. Tetapi pada saat dia memasuki sebuah rumah dia merasa sangat terkejut karena sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Rumah tersebut diterangi oleh cahaya lilin dari lampion. Saat monster “Nian” melangkah masuk ke halaman rumah alangkah terkejut dan ketakutannya dia mendengar suara petasan yang begitu besar.
Belum lagi habis rasa terkejutnya, dari dalam rumah muncul seorang pria dengan pakaian berwarna merah. “Nian” merasa sangat ketakutan dan segera berlari meninggalkan kampung tersebut.
Keesokan harinya para pengungsi pun kembali , merasa sangat terkejut dan bingung karena kondisi rumah mereka tetap rapi sama seperti saat ditinggalkan, tidak diporak-poranda oleh monster “Nian”.
Saat itu barulah pasangan suami istri tua itu mengerti tentang janji sang pengemis yang akan mengusir monster “Nian” dari kampung mereka.
Seorang pemuda berkata, “Aku dan teman-temanku menari Barongsai pada Malam Tahun Baru. Ketika melihat Nian, kami memukul gong dan tambur dengan lebih keras. Nian ketakutan dan lari ke hutan.”
“Sekarang kita tahu apa saja yang ditakuti Nian,” kata Guru Zhao. “Nian takut pada benda-benda berwarna merah, petasan, dan bunyi gong serta tambur. Jadi mulai sekarang, menjelang tahun baru setiap rumah harus memasang lampion dan kain merah. Juga menyediakan petasan. Sementara para pemuda bersiap-siap mengusir Nian dengan tarian Barongsai.”
Orang-orang desa itu pulang dan bersiap-siap. Para ibu membuat ikat pinggang merah untuk seluruh anggota keluarga mereka. Para ayah memasang lampion dan kain merah di atas pintu rumah mereka. Para pemuda membentuk kelompok-kelompok Barongsai dan berlatih memukul gong serta tambur.
Malam tahun baru tiba. Semua orang sangat bersemangat. Mereka memakai ikat kepala atau ikat pinggang merah. Bapak-bapak membawa senjata seperti pedang, tombak, busur, dan anak panah. Anak-anak membawa petasan. Mereka semua sudah siap untuk mengusir Nian. Sekarang orang-orang desa itu tak takut lagi pada Nian. Mereka bertekad untuk melawannya. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu tiba ! Nian datang ! Orang-orang desa segera menyalakan petasan. Semuanya meledak dengan bunyi yang memekakkan telinga. Gong dan tambur dipukul keras-keras.
Pedang dihunus dan tombak siap ditikamkan. Nian sama sekali tak menduga dirinya akan diserang secara mendadak begitu. Dia mengerang kesakitan ketika pedang dan tombak bertubi-tubi menghunjam tubuhnya. Lebih-lebih, ketika hujan anak panah menerpanya. Dengan ketakutan dia berlari pulang ke tempat asalnya. Orang-orang desa sangat gembira.
Sejak itu, setiap tahun baru orang-orang Cina menghiasi rumah mereka dengan lampion dan kain merah. Mereka juga merayakan Tahun Baru dengan tarian Barongsai dan petasan.
Ternyata monster “Nian” sangat takut dengan cahaya terang dari lampion dan lilin. Dia juga takut pada suara keras dari petasan yang dibakar dan warna merah.
Dengan sangat cepat kabar ini pun tersiar ke seluruh kampung sekitarnya. Maka sejak saat itu, para penduduk kampung selalu menggantungkan lampion, menghiasi rumah mereka dengan ornament ornamen yang berwarna merah pada malam Tahun Baru Imlek
Tahun Baru
Imlek merupakan
perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai
di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan
Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五冥 元宵节
di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek
dikenal sebagai Chúxī 除夕 yang berarti "malam pergantian tahun".
Di
Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru
Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti
perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Meskipun penanggalan Imlek
secara tradisional tidak menggunakan nomor tahun malar, penanggalan Tionghoa di
luar Tiongkok seringkali dinomori dari pemerintahan Huangdi. Setidaknya sekarang ada tiga tahun
berangka 1 yang digunakan oleh berbagai ahli, sehingga pada tahun 2009 masehi
"Tahun Tionghoa" dapat jadi tahun 4707, 4706, atau 4646.
Dirayakan
di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari
libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru
di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa
berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum
1873).
Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Makau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau
daerah dengan populasi suku Han yang
signifikan, Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan pada berbagai derajat, telah
menjadi bagian dari budaya tradisional dari negara-negara tersebut.
Tanggal perayaan
Kalender suryacandra Tionghoa menentukan
tanggal Tahun Baru Imlek. Kalender tersebut juga digunakan di negara-negara
yang telah mengangkat atau telah dipengaruhi oleh budaya Han (terutama di Korea,
Jepang, dan Vietnam) dan mungkin memiliki asal yang serupa dengan perayaan
Tahun Baru di luar Asia Timur (seperti Iran,
dan pada zaman dahulu kala, daratan Bulgar).
Dalam kalender Gregorian,
Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal yang berbeda setiap tahunnya, antara
tanggal 21 Januari sampai20 Februari. Dalam kalender Tionghoa, titik
balik mentari musim dingin harus terjadi di bulan 11, yang berarti Tahun Baru
Imlek biasanya jatuh pada bulan baru kedua setelah titik balik mentari musim
dingin (dan kadang yang ketiga jika pada tahun itu ada bulan kabisat). Di
budaya tradisional di Tiongkok, lichun adalah
waktu solar yang menandai dimulainya musim semi, yang terjadi sekitar 4 Februari.
Hewan
|
Cabang bumi
|
Tanggal
|
|
Tikus
|
子 zǐ
|
19 Februari 1996
|
7 Februari 2008
|
Sapi
|
丑 chǒu
|
7 Februari 1997
|
26 Januari 2009
|
Macan
|
寅 yín
|
28 Januari 1998
|
14 Februari 2010
|
Kelinci
|
卯 mǎo
|
16 Februari 1999
|
3 Februari 2011
|
Naga
|
辰 chén
|
5 Februari 2000
|
23 Januari 2012
|
Ular
|
巳 sì
|
24 Januari 2001
|
10 Februari 2013
|
Kuda
|
午 wǔ
|
12 Februari 2002
|
31 Januari 2014
|
Kambing
|
未 wèi
|
1 Februari 2003
|
19 Februari 2015
|
Monyet
|
申 shēn
|
22 Januari 2004
|
8 Februari 2016
|
Ayam
|
酉 yǒu
|
9 Februari 2005
|
28 Januari 2017
|
Anjing
|
戌 xū
|
29 Januari 2006
|
16 Februari 2018
|
Babi
|
亥 hài
|
18 Februari 2007
|
5 Februari 2019
|
Tanggal untuk
Tahun Baru Imlek dari 1996 sampai 2019 (dalam penanggalan Gregorian) dapat
dilihat di tabel di atas, bersamaan dengan shio hewan untuk tahun itu dan
cabang duniawinya. Bersamaan dengan daur 12-tahun masing-masing dengan shio
hewan ada daur 10-tahun batang surgawi. Setiap surgawi dikaitkan dengan salah
satu dari lima elemen perbintangan Tionghoa, yaitu: Kayu, Api, Bumi, Logam, dan
Air. Unsur-unsur tersebut diputar setiap dua tahun sekali sementara perkaitan
yin dan yang silih berganti setiap tahun. Unsur-unsur tersebut dengan itu
dibedakan menjadi: Kayu Yang, Kayu Yin, Api Yang, Api Yin, dan seterusnya. Hal
ini menghasilkan sebuah daur gabungan yang berulang setiap 60 tahun. Sebagai
contoh, tahun dari Tikus Api Yang terjadi pada 1936 dan pada tahun 1996.
Banyak
orang mengacaukan tahun kelahiran Tionghoa dengan tahun kelahiran Gregorian
mereka. Karena Tahun Baru Imlek dapat dimulai pada akhir Januari sampai
pertengahan Februari, tahun Tionghoa dari 1 Januari sampai
hari imlek pada tahun baru Gregorian tetap tidak berubah dari tahun sebelumnya.
Sebagai contoh, tahun ular 1989 mulai pada 6 Februari 1989. Tahun 1990 dianggap
oleh beberapa orang sebagai tahun kuda. Namun, tahun ular 1989 secara resmi
berakhir pada 26 Januari 1990. Ini berarti bahwa barang siapa yang lahir dari 1
Januari ke 25 Januari 1990
sebenarnya lahir pada tahun ular alih-alih tahun kuda.
Sejarah
Sebelum Dinasti Qin, tanggal perayaan permulaan
sesuatu tahun masih belum jelas. Ada kemungkinan bahwa awal tahun bermula pada
bulan 1 semasa Dinasti Xia, bulan 12 semasa Dinasti Shang, dan bulan 11 semasa Dinasti Zhou di China. Bulan
kabisat yang dipakai untuk memastikan kalendar Tionghoa sejalan dengan edaran
mengelilingi matahari, selalu ditambah setelah bulan 12 sejak Dinasti Shang
(menurut catatan tulang ramalan) dan Zhou (menurut Sima Qian).
Kaisar pertama China Qin Shi Huang menukar dan
menetapkan bahwa tahun tionghoa berawal di bulan 10 pada 221 SM. Pada 104 SM, Kaisar Wu yang memerintah sewaktu Dinasti Han menetapkan bulan 1
sebagai awal tahun sampai sekarang. Tujuannya agar perayaan tahun baru bisa
sesuai dengan masyarakat Tiongkok yang pada umumnya adalah masyarakat agraris.
Pada masa dinasti Zhou, perayaan tahun baru dilaksanakan pada saat winter
solistice atau dongzhi.[butuh
rujukan]
Pada
masa dinasti Qing, Kang Youwei ( 1858-1927 ) , seorang reformis Ruism
menyarankan agar menggunakan Kongzi era yang dihitung dari tahun kelahiran
Kongzi. Sedangkan Liu Shipei (1884-1919 ) menolak hal itu dan mengusulkan agar
tahun kalender Tionghoa dihitung dari tahun kelahiran Huangdi.
Yang
menjadi suatu masalah adalah kapan Huangdi dilahirkan untuk dijadikan patokan
perhitungan Huangdi Era.
Liu
Shipei memperkirakan tahun 2711 BCE adalah tahun kelahiran Huangdi, jadi tahun
2008 CE adalah tahun 4719 H.E. Song Jiaoren ( 1882-1913 ) memperkirakan tahun
2697 BCE adalah tahun kelahiran Huangdi, dan akhirnya banyak orang yang sepakat
untuk menerima tahun 2697BCE sebagai awal Huangdi Era. Dari angka inilah
sekarang tahun baru Imlek ini bisa disebut tahun baru Imlek 4708 H.E.
Selain
masyarakat luas, umat Taoisme juga menyebutkan bahwa Huangdi Era adalah tahun
yang diguanakan oleh umat Taoisme dan mereka menyebutnya Daoli atau kalender
Tao.
Sebagian
besar masyarakat Tionghoa di luar negri dan umat Taoisme lebih suka menggunakan
Huangdi Era karena Huangdi atau kaisar kuning ini dalam sejarah Tiongkok
dianggap sebagai bapak bangsa etnis Han atau orang Tionghoa secara umumnya. Dan
para Taois menggunakan Huangdi Era,
karena dalam kepercayaan Taoisme kaisar
Kuning ini adalah pembuka ajaran agama Tao. Alasan inilah yang membuat
timbulnya Huangdi Era dan Dao Era, dimana Huangdi Era dan Dao Era sama saja
hanya penyebutan Dao Era atau Daoli digunakan oleh para Taois.
Mitos
Menurut legenda,
dahulu kala, Nián (年) adalah seekor raksasa pemakan manusia
dari pegunungan (atau dalam ragam hikayat lain, dari bawah laut), yang muncul
di akhir musim dingin untuk memakan hasil panen, ternak dan bahkan penduduk
desa. Untuk melindungi diri merka, para penduduk menaruh makanan di depan pintu
mereka pada awal tahun. DIpercaya bahwa melakukan hal itu Nian akan memakan
makanan yang telah mereka siapkan dan tidak akan menyerang orang atau mencuri
ternak dan hasil Panen. Pada suatu waktu, penduduk melihat bahwa Nian lari
ketakutan setelah bertemu dengan seorang anak kecil yang mengenakan pakaian
berwarna merah. Penduduk kemudian percaya bahwa Nian takut akan warna merah,
sehingga setiap kali tahun baru akan datang, para penduduk akan menggantungkan
lentera dan gulungan kertas merah di jendela dan pintu. Mereka juga menggunakan
kembang api untuk menakuti Nian. Adat-adat pengurisan Nian ini kemudian
berkembang menjadi perayaan Tahun Baru. Guò
nián (Hanzi tradisional: 過年; bahasa Tionghoa: 过年), yang berarti
"menyambut tahun baru", secara harafiah berarti "mengusir
Nian".[2][3]
Dalam
buku Jingchu sui shi ji 荊楚歲時記, catatan kebisaan tahun baru Jingchu yang dibuat di
jaman dinasti selatan ( 420-589 BE ) dan ditulis oleh Zong Lin ( 501-565 BE
). Buku itu yang menulis mitos tentang nian .
Sejak
saat itu, Nian tidak pernah datang kembali ke desa. Nian pada akhirnya
ditangkap oleh 鸿钧老祖
atau 鸿钧天尊Hongjun
Laozu, dewa Taoisme dalam kisah Fengsheng Yanyi. Dan Nian kemudian
menjadi kendaraan Honjun Laozu.
Salam Yang sering diucapkan
Sekitar masa tahun baru orang-orang
memberi selamat satu sama lain dengan kalimat:
·
Aksara Tionghoa Sederhana: 恭喜发财 - Aksara
Tionghoa Tradisional: 恭喜發財 = "selamat dan semoga banyak
rejeki", dibaca:
·
"Gōngxǐ
fācái" (bahasa Mandarin)
·
"Kung
hei fat choi" (bahasa Kantonis)
·
"Kiong
hi huat cai" (bahasa Hokkien)
·
"Kiong
hi fat choi" (bahasa Hakka)
·
"Xīnnián
kuàilè" (新年快樂) = "Selamat Tahun Baru"
Tahun Baru Imlek di Indonesia
Di Indonesia,
selama tahun 1968-1999,
perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi
Presiden Nomor 14 Tahun 1967,
rezim Orde Baru di
bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau
Tionghoa, di antaranya Imlek.
Masyarakat
keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun
baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor
14/1967.
Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya
dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek
sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).
Baru pada tahun 2002,
Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri mulai
tahun 2003.
Pada
tahun 1946, ketika Republik Indonesia baru berdiri, Presiden Soekarno
mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama
No.2/OEM-1946 yang pada pasal 4 nya ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa yaitu
Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu ( tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng
Beng dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek). Dengan demikian
secara tegas dapat dinyatakan bahwa Hari Raya Tahun Baru Imlek Kongzili
merupakan hari raya Agama Tionghoa.
Orang
Tionghoa yang pertama kali mengusulkan larangan total untuk merayakan Imlek,
adat istiadat, dan budaya Tionghoa di Indonesia kepada Presiden Soeharto
sekitar tahun 1966-1967 adalah Kristoforus
Sindhunata alias
Ong Tjong Hay. Namun, Presiden Soeharto merasa usulan tersebut terlalu
berlebihan, dan tetap mengijinkan perayaan Imlek, adat istiadat, dan budaya
Tionghoa namun diselengarakan hanya di rumah keluarga Tionghoa dan di tempat
yang tertutup, hal inilah yang mendasari diterbikannya Inpres No. 14/1967.
Pada
6 Desember 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No.14/1967
tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Dalam instruksi
tersebut ditetapkan bahwa seluruh Upacara Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat
Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan
tertutup. Instruksi Presiden ini bertujuan mengeliminasi secara sistematis dan
bertahap atas identitas diri orang-orang Tionghoa terhadap Kebudayaan Tionghoa
termasuk Kepercayaan, Agama dan Adat Istiadatnya. Dengan dikeluarkannya Inpres
tersebut, seluruh Perayaan Tradisi dan Keagamaan Etnis Tionghoa termasuk Tahun
Baru Imlek, Cap Go Meh, Pehcun dan sebagainya dilarang dirayakan secara
terbuka. Demikian juga tarian Barongsai dan Liong dilarang dipertunjukkan.
Tahun
itu pula dikeluarkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967
dan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978 yang
isinya menganjurkan bahwa WNI keturunan yang masih menggunakan tiga nama untuk
menggantinya dengan nama Indonesia sebagai upaya asimilasi. Hal ini didukung
pula oleh Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB).
LPKB
menganjurkan keturunan Tionghoa, antara lain, agar :
-
Mau melupakan dan tidak menggunakan lagi nama Tionghoa.
-
Menikah dengan orang Indonesia pribumi asli.
-
Menanggalkan dan menghilangkan agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa,
termasuk
bahasa maupun semua kebiasaan dan kebudayaan Tionghoa dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk larangan untuk perayaan tahun baru imlek.
Badan
Koordinasi Masalah Cina (BKMC). BKMC berada di bawah BAKIN yang menerbitkan tak
kurang dari 3 jilid buku masing-masing setebal 500 halaman, yaitu "Pedoman
Penyelesaian Masalah Cina" jilid 1 sampai 3. Dalam hal ini, pemerintahan
Soeharto dengan dengan tegas menganggap keturunan Cina dan kebiasaan serta
kebudayaan Cina, termasuk agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa sebagai
"masalah" yang merongrong negara dan harus diselesaikan secara
tuntas.
Kemudian
dengan diterbitkannya SE Mendagri No.477 / 74054 tahun 1978 tertanggal 18
Nopember 1978 tentang pembatasan kegiatan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat
Cina, yang berisi antara lain, bahwa pemerintah menolak untuk mencatat
perkawinan bagi yang Beragama Khonghucu dan penolakan pencantuman Khonghucu
dalam kolom Agama di KTP, yang didukung dengan adanya kondisi sejak tahun
1965-an atas penutupan dan larangan beroperasinya sekolah-sekolah Tionghoa, hal
ini menyebabkan terjadi eksodus dan migrasi identitas diri sebagian besar
orang-orang Tionghoa ke dalam Agama Kristen sekte Protestan, dan sekte Katolik,
Buddha bahkan ke Islam. Demikian juga seluruh perayaan ritual kepercayaaan,
agama dan adat istiadat Tionghoa termasuk perayaan Tahun Baru baru Imlek
menjadi surut dan pudar.
Surat
dari Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Depag No H/BA.00/29/1/1993 menyatakan
larangan merayakan Imlek di Vihara dan Cetya. Kemudian Perwakilan Umat Buddha
Indonesia (WALUBI) mengeluarkan Surat Edaran No 07/DPP-WALUBI/KU/93, tertanggal
11 Januari 1993 yang menyatakan bahwa Imlek bukanlah merupakan hari raya agama
Buddha, sehingga Vihara Mahayana tidak boleh merayakan tahun baru Imlek dengan
menggotong Toapekong, dan acara Barongsai.
Pada
tanggal 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres
No.6/2000 tentang pencabutan Inpres N0.14/1967 tentang pembatasan Agama,
Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut,
masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan
adat istiadatnya termasuk merayakan Upacara-upacara Agama seperti Imlek, Cap Go
Meh dan sebagainya secara terbuka.
Pada
Imlek 2551 Kongzili pada tahun 2000 Masehi, Majelis Tinggi Agama Konghucu
Indonesia (MATAKIN) mengambil inisiatif untuk merayakan Imlek secara terbuka
sebagai puncak Ritual Agama Khonghucu secara Nasional dengan mengundang
Presiden Abdurrahman Wahid untuk datang menghadirinya.
Pada
tanggal 19 Januari 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan No.13/2001
tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Pada
saat menghadiri perayaan Imlek 2553 Kongzili, yang diselenggarakan Matakin
dibulan Februari 2002 Masehi, Presiden Megawati Soekarnoputri mengumumkan mulai
2003, Imlek menjadi Hari Libur Nasional. Pengumuman ini ditindak lanjuti dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002
tentang Hari Tahun Baru Imlek tertanggal 9 April.
Praktik perayaan
tahun baru Imlek di Indonesia
Tahun
baru Imlek biasanya berlangsung sampai 15 hari. Pada hari raya Imlek, bagi
etnis Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada
leluhur, seperti, dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau lingwei
(lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), bersembahyang leluhur
pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan kuburan
leluhur). Oleh sebab itu, pada Hari Raya Imlek anggota keluarga akan
mengunjungi rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei (meja abu) leluhur
untuk bersembahyang. Atau mengunjungi rumah abu tempat penitipan lingwei
leluhur untuk bersembahyang.
Pada
malam tanggal 8 menjelang tanggal 9 pada saat Cu Si (jam 23:00-01:00) Umat
melakukan sembahyang lagi. Sembahyang ini disebut Sembahyang “King Thi Kong”
(Sembahyang Tuhan Yang Maha Esa) dan dilakukan di depan pintu rumah menghadap
langit lepas dengan menggunakan altar yang terbuat dari meja tinggi berikut
sesaji, berupa Sam-Poo (teh, bunga, air jernih), Tee-Liau (teh dan manisan 3
macam), Mi Swa, Ngo Koo (lima macam buah), sepasang Tebu, dan tidak lupa beberapa
peralatan seperti Hio-Lo (tempat dupa), Swan-Loo (tempat dupa ratus/bubuk),
Bun-Loo (tempat menyempurnakan surat doa) dan Lilin Besar.
Pada
hari Cap Go Meh, tanggal 15 Imlek saat bulan purnama, Umat melakukan sembahyang
penutupan tahun baru pada saat antara Shien Si (jam 15:00-17:00) dan Cu Si (jam
23:00-01:00). Upacara sembahyang dengan menggunakan Thiam hio atau upacara
besar ini disebut Sembahyang Gwan Siau (Yuanxiaojie). Sembahyang kepada Tuhan
adalah wajib dilakukan, tidak saja pada hari-hari besar, namun setiap hari pagi
dan malam, tanggal 1 dan 15 Imlek dan hari-hari lainnya.
Sekian dan demikian artikel tentang Asal Muasal Tahun Baru Imlek dan kenapa pada saat imlek selalu hujan inilah jawaban nya ! semoga dengan adanya artikel ini kita bisa menambah wawasan tentang dunia ini, Salam Mas Wahyu Blog Team.
0 Response to "Asal Muasal Tahun Baru Imlek dan kenapa pada saat imlek selalu hujan inilah jawaban nya !"
Post a Comment